Sementara itu, Imam Abu Bakr al-Jasshas โ€“ ulama hanafiyah โ€“ (w. 370 H) menjelaskan bahwa para ulama sepakat, adanya catatan dan kehadian saksi dalam transaksi utang piutang, hukumnya tidak wajib. Dibuktikan dengan banyaknya transaksi utang piutang sejak masa silam, dan turun temurun hingga masa beliau, namun mereka tidak mencatatnya dan [Kredit] Piutang Usaha Toko Formula Beras Murni โ€ฆ Rp 6.500.250. Jurnal pembayaran piutang: [Debit] Piutang Usaha Toko Formula Beras Murni โ€ฆ Rp 6.500.250 [Kredit] Penyisihan Piutang Tak Tertagih โ€ฆ Rp 6.500.250 [Debit] Kas โ€ฆ Rp Rp 6.500.250 [Kredit] Piutang Usaha Toko Formula Beras Murni โ€ฆ Rp 6.500.250 D: Contoh soal piutang usaha dan LihatJuga. Tinjauan hukum islam terhdap praktek utang piutang barang dagangan dan pembayaran di Kec. Sidoarjo Kab. Sidoarjo : Fiskiyatur Rahmah oleh: Masduha AR., et al. Terbitan: (1992) ; Tinjauan hukum Islam terhadap praktek Utang Piutang dalan jual beli Udang di Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo oleh: Alamah, Fahrotul Terbitan: (1992) Harga jual Piutang (โ€œHarga Jualโ€) adalah Rp.[X] ([X] Rupiah). Harga Jual dibayar secara penuh oleh Agen Fasilitas kepada Penjual Piutang pada tanggal Perjanjian ini. 4.2. Atas setiap Piutang, Agen Fasilitas dan Penjual Piutang setuju untuk memberikan kontra prestasi berupa: Perusahaan membeli barang dagangan dari pemasok dan menjualanya kembali kepada pelanggan. 2.2 Ciriโ€“ciri Perusahaan Dagang 1. Pendapatan utamanya berasal dari penjualan barang dagangan. 2. Biaya utamanya berasal dari harga pokok barang yang terjual dan biaya usaha lainya 3. Dalam akuntansinya terdapat akun persediaan barang 4. Barang gadai iya tidak berkewajiban mengganti kecuali jika melewati batas waktu dan dianggap berakhir anatara lain. 1. Barang gadai yang diserahkan kepada pemiliknya. 2.melunasi hutangnya semua. 3.barang jaminan yang di jual dengan pemerintah atas permintaan. 4. Pembebasan utang dengan cara apapun . . BerandaKlinikPerdataHutang PiutangPerdataHutang PiutangPerdataRabu, 12 September 2001Sebut saja A, meminjamkan uangnya kepada B dengan bunga yang disetujui kedua belah pihak sebesar 13 %. Perjanjian tersebut dilakukan dengan lisan tanpa perjanjian tertulis, A berasumsi bahwa perjanjian lisan ini dapat ditepati oleh B karena A percaya sepenuhnya kepada B, dikarenakan B masih ada hubungan keluarga dengan A; B adalah istri dari sepupu kandung A. Hubungan Pinjam meminjam berlangsung sampai mencapai angka rupiah yang cukup besar sekitar 60 jutaan, A terus meminjamkan karena tergiur oleh bunga yang disepakatinya. Sampai pada batas waktu tertentu A sadar akan kondisi keuangannya, A lalu menagih pinjaman uang tersebut kepada B. B berjanji akan membayar pada tanggal yang sudah ditentukan, tetapi selalu ada alasan seperti dirampok, kecopetan dll. Suatu saat A menagih kembali kepada B, B dengan yakin menjawab bahwa sebagian uang tersebut sudah dikirim via ATM BCA ke no. rek A bukti transfer ATM BCA dikirim lewat Fax ke kantor A, tetapi setelah diperiksa lewat print out uang tersebut tidak ada, menurut petugas bank bukti transfer ini tidak benar atau palsu. A dan keluarga saudara-saudaranya datang ke rumah B, kesimpulan yang didapat dari kunjungan tersebut B bersedia membuat pernyataan yang isinya menyatakan bahwa B mengakui memiliki hutang kepada A sebesar sekian juta rupiah dan akan dilunasi pada tanggal X bulan Y tahun 2001. Apabila B tidak melunasi pada tanggal tersebut maka persoalan akan diselesaikan melalui jalur hukum. Surat pernyataan tersebut ditandatangani pula oleh suaminya B sebagai penanggungjawab. Pada tanggal yang sudah ditentukan B suami hanya membayar kurang lebih 25 % dengan alasan 75 %-nya sudah dibayar cash kepada A pada waktu lalu yang dibawa sendiri oleh B ke kantor A. Menurut pengakuan A hal tersebut tidak pernah terjadi, sampai A pun berani diangkat sumpah. Sampai saat ini B selalu mencari-cari kesalahan A, dan pernah pada suatu hari B telepon ke kantor A dan mengaku dari Polda untuk menangkap A. Mohon diberikan pendapat, jalan apa yang harus ditempuh A untuk menyelesaikan permasalahan ini. Transaksi yang melandasi semua kejadian tersebut di atas adalah hubungan pinjam-meminjam uang hutang-piutang. Dokumen yang menyatakan adanya hubungan tersebut adalah surat pernyataan yang dikeluarkan oleh B dengan persetujuan dari suaminya. Persoalan hukum timbul terletak pada pelaksanaan kewajiban pembayaran atau pelunasan jumlah-jumlah hutang yang wajib dibayar oleh B kepada A berdasarkan surat pernyataan tersebut, dimana B hanya membayar 25% dan sisanya 75% dia menganggap telah membayar kepada A dan sebaliknya A merasa tidak pernah menerima sisa jumlah untuk berdamai dengan B rasanya sudah tertutup, mengingat B kelihatan sudah tidak memiliki itikad baik untuk melunasi utangnya. Alternatif yang bisa ditempuh oleh A adalah mengajukan gugatan secara perdata atas dasar wanprestasi atau perbuatan melawan hukum. Apabila A akan mengajukan gugatan atas dasar wanprestasi maka A harus bisa membuktikan adanya isi perjanjian yang dilanggar oleh B. Perjanjian disini tidak harus tertulis, bisa saja perjanjian lisan. Yang penting A bisa menyiapkan bukti-bukti yang menunjukkan adanya perjanjian atau konsensus antara A dan yang disiapkan oleh A juga tidak harus tertulis, karena dalam hukum acara perdata ada 5 macam, yaitu bukti surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Namun bukti yang paling kuat adalah bukti surat. Alangkah baiknya kalau bukti pengakuan utang yang tertulis dan bukti tidak adanya transfer uang dari BCA ada pada A sehingga bisa disiapkan untuk persidangan. Kalaupun ternyata A tidak memilki bukti-bukti tertulis, sebaiknya disiapkan bukti-bukti yang lain, misalnya bukti A bisa membuktikan telah terjadi perjanjian dan adanya isi perjanjian yang dilanggar, maka A sudah bisa mengajukan gugatan atas dasar wanprestasi. Yang perlu disiapkan juga adalah bukti bahwa sudah ada upaya dari A untuk meminta kepada B agar memenuhi perjanjian lihat pasal 1243 KUHPerdata. A bisa meminta kepada pengadilan agar mengeluarkan peringatan anmaning terhadap B untuk memenuhi isi perjanjian. Bisa juga si B langsung mengirimkan peringatan sendiri tanpa melalui pengadilan dalam bentuk gugatan tersebut A bisa menuntut B agar membayar ganti rugi ditambah bunga dan keuntungan yang sekiranya didapat seandainya B melaksanakan perjanjian. Kalau bunga tidak diperjanjikan secara tertulis, A kemungkinan hanya mendapat 6% bunga menurut undang-undang.A juga bisa mengajukan gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh B. Kalau B mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum, A harus bisa membuktikan adanya perbuatan B yang tidak sesuai dengan kaedah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis, kaedah sopan santun dan kaedah kesusilaan. Perbuatan B yang meminjam uang kepada A tanpa mau mengembalikan jelas merupakan perbuatan yang melanggar kaedah hukum, sopan santun dan A mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum, A juga harus dapat membuktikan adanya kerugian yang A terima. Besarnya ganti rugi nanti ditentukan oleh Hakim. Mengenai persoalan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum ini, anda bisa melihat ulasan kami pada rubrik Fokus dengan judul Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi sebagai Dasar Gugatan. Tags Syarkhul Islam Abi Zakaria al-Ansari memberi penjelasan bahwa rukun utang piutang itu sama dengan jual beli yaitu 1. โ€žAqid yaitu yang berutang dan yang berpiutang. 2. Maโ€Ÿqud alayh yaitu barang yang diutangkan. 3. Shigat yaitu ijab qabul, bentuk persetujuan antara kedua belah 13 Institut Bankir Indonesia, Bank Syariah Konsep, Produk, dan Implementasi Operasional, Jakarta Djambatan, 2001, h. 723 14 M. Amin Qurdhi, Tanwirul Kutub, Beirut Darul Fikri, 1994, h. 255 15 Gufron A. Masโ€Ÿadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Ed 1, Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 2002 h. 173 Pada dasarnya hutang piutang dikatakan sah apabila memenuhi syarat dan rukunnya yang telah ditentukan oleh Syariat Islam. Rukun adalah unsur esensial dari sesuatu, sedang syarat adalah prasyarat dari sesuatu. 1. Aqid, yaitu yang terdiri dari kreditur dan debitur subyek dalam hutang piutang. 2. Ma`qud Alaihi, yaitu yang dijadikan obyek dalam hutang piutang. 3. Sighat akad, yaitu terdiri dari ijab dan Adapun yang menjadi syarat dalam hutang-piutang adalah sebagai berikut 1. Aqid Aqid adalah orang yang melakukan akad, keberadaannya sangat penting sebab tidak dapat dikatakan sebagai akad jika tidak ada aqid. Begitu pula tidak akan terjadi ijab dan qabul tanpa adanya aqid. Dengan demikian yang terlibat hutang piutang disini tidak lain kecuali debitur dan kreditur, hal ini dapat dilihat 16 pada waktu transaksi hutang piutang dilaksanakan pada saat ijab dan qabul barulah terwujud dengan adanya aqid atau orang yang bersangkutan. Oleh karena itu perjanjian hutang piutang hanya dipandang sah apabila dilaksanakan oleh orang-orang yang membelanjakan hak miliknya dengan syarat baligh dan berakal Oleh karena itu, untuk menghindari penipuan dan sebagainya, maka, anak kecil yang belum bisa membedakan yang baik dan buruk dan orang gila tidak dibenarkan melakukan akad tanpa kontrol dari Orang yang berutang dan yang berpiutang boleh dikatan sebagai subyek hukum. Sebab yang menjalankan kegiatan hutang piutang adalah orang yang berutang dan orang yang berpiutang. Untuk itu diperlukan orang yang 17 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, Bandung Pustaka Setia, 2001, h. 53 18 Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Jakarta Kencana, 2004, h. 16 mempunyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. 2. Ma`qud Alaihi Ma`qud alaihi adalah merupakan obyek atau barang yang dihutangkan oleh sebab itu dalam hutang piutang harus ada barang yang menjadi sasaran dalam hutang piutang. Barang tersebut dapat berbentuk harta benda, seperti barang dagangan, benda bukan harta, seperti dalam akad pernikahan, dan dapat pula berbentuk suatu kemanfaatan, seperti dalam masalah upah-mengupah, dan Agar hutang piutang menjadi sah maka barang yang dijadikan obyek dalam hutang piutang harus memenuhi beberapa syarat yaitu; a. Merupakan benda yang harus ada ketika akad. b. Harus sesuai ketentuan syaraโ€Ÿ c. Dapat diserahkan waktu akad kepada pihak yang berhutang 19 d. Benda tersebut harus diketahui oleh kedua pihak yang Ulama fiqih sepakat bahwa qarad harus dibayar di tempat terjadinya akad secara sempurna. Akan tetapi boleh melakukan pembayaran ditempat lain, apabila tidak ada keharusan untuk membawanya atau memindahkan-nya, tidak ada halangan. Sebalikmemindahkan-nya, jika terdapat halangan apabila membayar di tempat lain, muqrid tidak perlu 3. Shighat Akad Yang dimaksud dengan sighat adalah dengan cara bagaimana ijab dan qabul yang merupakan rukun-rukun akad Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan, sedangkan qabul adalah pernyataan pihak kedua untuk Misalnya; 20 Ibid, h. 60. 21 Ibid, h. 156. 22 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalah, Yogyakarta UII Press, 2000, h. 68. dalam akad hutang piutang pihak pertama menyatakan โ€œAku pinjam uang mu sebanyak sekian rupiahโ€ dan pihak kedua menjawab โ€œAku pinjamkan kepadamu uang sekian rupiahโ€. Oleh karena itu kata ijab qabul harus dapat dipahami atau menghantarkan kedua belah pihak untuk mencapai apa yang mereka kehendaki. Ijab qabul itu diadakan dengan maksud untuk menunjukkan adanya unsur timbal balik terhadap perkataan yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang Sighat akad dapat dilakukan dengan cara lisan, tulisan atau isyarat yang memberi pengertian dengan jelas adanya ijab qabul. Ijab qabul juga dapat berupa perbuatan yang telah menjadi Dengan demikian ada beberapa cara melakukan ijab qabul a. Dengan cara lisan, para pihak mengungkapkan kehendaknya dalam bentuk perkataan secara jelas. 24 Ahmad Azhar Basyir, op cit, h. 66 Dalam hal ini akan sangat jelas bentuk ijab dan qabul yang dilakukan oleh para pihak. b. Dengan cara tulisan, adakalanya, suatu perikatan dilakukan dengan cara tertulis. Hal ini dapat dilakukan oleh para pihak yang tidak dapat bertemu langsung dalam melakukan perikatan, atau untuk perikatan-perikatan yang sifatnya lebih sulit, seperti perikatan yang dilakukan oleh suatu badan hukum, akan ditemui kesulitan apabila suatu badan hukum melakukan perikatan tidak dalam bentuk tertulis, karena diperlukan alat bukti dan tanggung jawab terhadap orang-orang yang bergabung dalam badan c. Sighat akad dengan cara isyarat, apabila seseorang tidak mungkin menyatakan ijab dan qabul dengan perkataan karena bisu, maka dapat terjadi dengan isyarat. Namun, dengan isyarat itupun tidak dapat menulis sebab keinginan seseorang yang dinyatakan 26 Gemala Dewi, op cit, h. 64 dengan tulisan lebih dapat meyakinkan dari pada dinyatakan dengan isyarat. Maka, apabila seseorang bisu yang dapat menulis mengadakan akad dengan isyarat, akadnya dipandang tidak d. Cara Perbuatan, seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, kini perikatan dapat dilakukan dengan perbuatan saja tanpa secara lisan, tertulis, ataupun isyarat. Hal ini dapat disebut dengan taโ€™athi atau muโ€™athah saling, memberi dan menerima adanya perbuatan memberi dan menerima dari para pihak yang saling memahami perbuatan perikatan tersebut dan segala akibat Agar terhindar dari kesalahpahaman atau salah pengertian yang dapat mengakibatkan perselisihan diantara mereka maka dari itu dalam sighat akad juga diperlukan tiga persyaratan pokok yaitu 27 Ahmad Azhar Basyir, op cit, h. 69-70 1. Harus terang pengertiannya 2. Antara ijab dan qabul harus bersesuaian 3. Harus menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang Di samping itu dalam hutang piutang dapat diadakan syarat yang tidak bertentangan dengan hukum Islam selama tidak memberatkan pihak-pihak yang bersangkutan. Misalnya, seseorang yang berhutang uang dengan syarat dibayarkan kembali berupa cincin seharga hutang tersebut. Maka syarat-syarat tersebut harus dipenuhi oleh masing-masing pihak, karena persyaratan tersebut tidak bertentangan dengan hukum Islam. Sebagaimana dalam ketentuan hadits Nabi SAW, dari Amr bin Auf Al Musani, bahwa Nabi SAW bersabda;30 ู’ู…ูู‡ูุทู’ูˆูุฑูุด ู‰ูŽู„ูŽุน ูŽู†ู’ูˆูู…ูู„ู’ุณูู…ู’ู„ุง ุฏูˆุงุฏ ูˆุจุง ู‡ ุงูˆุฑ ูˆ ูŠุฏุญู…ุงูˆ ู‰ุฐู…ุชุฑู„ุง ู†ู‰ุทู‚ุฑุงุฏู„ุงูˆ Artinya โ€œUmat Islam terikat oleh syarat-syarat yang mereka adakanโ€ HR. Abu Daud, Ahmad, Tirmidzi dan Daruqtni 29 TM, Hasbi Ash-Shidiqiey, Pengantar Fiqh Muamalah, Jakarta Pustaka Rizki, 2001, h. 29 30 Al Imam Muhammad bin Ismail al Amir al Yamani, Subulus Salam, Beirut Dar al Kitab al Imany, 2000, h. 59 Di samping ketentuan-ketentuan tersebut di atas, agar hutang-piutang tetap bernilai sebagai ibadah maka dalam memberikan hutang dilarang adanya hal-hal yang bersifat memberatkan bagi pihak yang membutuhkan pertolongan. Adapun larangan-larangan dalam hutang piutang yang harus dijaga adalah; 1. Perjanjian bunga tertentu sebagai perimbangan jangka waktu 2. Memberikan pinjaman dalam bentuk apapun kepada seseorang yang telah diketahui bahwa pinjaman tersebut akan digunakan untuk maksiat. 3. Larangan bagi orang yang tidak dalam keadaan darurat, dimana ia tidak mempunyai sesuatu yang bisa diharapkan sebagai pengganti untuk mengembalikan pinjaman 4. Tidak boleh memberikan syarat untuk memberikan tambahan baik berupa materiil ataupun bersifat 31 Sayyid Bakri bin Muhammad Syato Addimyati, op cit, h. 49 D. Hak dan Kewajiban dalam Hutang Piutang Ilustrasi piutang atau accounts receivable. Foto PiutangIlustrasi pengertian piutang. Foto Perjanjian Utang PiutangIlustrasi menyusun surat perjanjian utang piutang. Foto PERJANJIAN UTANG PIUTANG judulPada hari ini Rabu tanggal 16 September 2020 telah disepakati sebuah perjanjian utang piutang antara*PIHAK PERTAMANama Wilda AnggaraUmur 28 tahunAlamat Jalan Rambutan No. 38 Kecamatan KebonsariPekerjaan WiraswastaNomor KTP 13658807xxxxxxx*PIHAK KEDUANama Nadia HidayatUmur 26 tahunAlamat Jalan Mangga No. 39 Kecamatan Jeruk JakartaPekerjaan WiraswastaNomor KTP 14844908xxxxxxxMenyatakan bahwaPIHAK PERTAMA telah menerima uang sebesar Seratus juta rupiah dari PIHAK KEDUA dengan catatan bahwa uang tersebut merupakan utang atau PERTAMA bersedia memberi jaminan yakni sebuah BPKB Mobil yang nilainya dianggap sama dengan nilai uang pinjaman yang diberikan oleh PIHAK PERTAMA akan melakukan pelunasan utang tersebut dalam jangka waktu 10 sepuluh bulan terhitung sejak dilakukannya penandatanganan surat perjanjian KEDUA memiliki hak sepenuhnya atas barang jaminan yang dimaksud, baik untuk milik pribadi maupun dijual kembali ke pihak lain, apabila di kemudian hari PIHAK PERTAMA tidak dapat melunasi utang sesuai waktu yang telah terjadi hal-hal yang belum diatur di dalam surat perjanjian ini atau terjadi perbedaan penafsiran baik sebagian maupun seluruhnya, PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat untuk menyelesaikannya secara penyelesaian secara musyawarah tidak dapat tercapai, penyelesaian akan dilakukan melalui jalur hukum yang berlaku di perjanjian ini dibuat dan ditandatangani oleh para pihak secara sadar dan tanpa adanya tekanan dari pihak mana pun pada waktu dan tempat yang tercantum dalam surat Surat Perjanjian Utang Piutang ini dibuat bersama di hadapan para saksi untuk dijadikan pedoman hukum para PERTAMA PIHAK KEDUAMaterai Materai Anggara Nadia HidayatSAKSI-SAKSIWahyu Husain BaidahWelly Iskandar HusnaFatimah LubisKartu Piutang. Sumber Modul Mengelola Kartu Piutang yang disusun oleh Dian Anita Nuswantara dan Utang Piutangโ€œDan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu pada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.โ€ Al-Maidah2.Ilustrasi hukum utang piutang dalam Islam. Foto yang mengambil harta manusia, dengan niat ingin menghancurkannya, maka Allah juga akan menghancurkan dirinya.โ€ HR. Bukhari.Perbedaan Utang dan PiutangIlustrasi perbedaan utang dan piutang. Foto PiutangIlustrasi manajemen piutang. Foto Membuat Kartu PiutangIlustrasi cara membuat kartu piutang. Foto ๏ปฟ1. Pengertian Hutang Piutang. Utang piutang adalah memberikan sesuatu kepada seseorang dengan perjanjian bahwa dia akan mengembalikan sesuatu yang diterimanya dalam jangka waktu yang disepakati. Utang piutang disebut dengan โ€œdainโ€ ุฏูŠู†. Istilah โ€œdainโ€ ุฏูŠู† ini juga sangat terkait dengan istilah โ€œqardโ€ ู‚ุฑุถ yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan pinjaman. 2. Hukum dan Dalil Utang Piutang. Hukum memberi utang piutang bersifat fleksibel tergantung situasi dan kondisi, yaitu a. Hukum orang yang berhutang adalah mubah boleh sedangkan orang yang memberikan hutang hukumnya sunah sebab ia termasuk orang yang menolong sesamanya. b. Hukum orang yang berhutang menjadi sunah dan hukum orang yang menghutangi menjadi wajib, jika peminjam itu benar-benar dalam keadaan terdesak, misalnya hutang beras bagi orang yang kelaparan, hutang uang untuk biaya pengobatan dan lain sebagainya, maka Rasulullah saw bersabda ู…ูŽุง ู…ูู†ู’ ู…ูุณู’ู„ูู…ู ูŠูุถู’ุฑูุถู ู…ูุณู’ู„ูู…ู‹ุง ู‚ูŽุฑู’ุถู‹ุง ู…ูŽุฑู‘ูŽุชูŽูŠู’ู†ู ุฅูู„ุงู‘ูŽ ูƒูŽุงู†ูŽ ูƒูŽุตูŽุฏูŽู‚ูŽุชูู‡ูŽุง ู…ูŽุฑู‘ูŽุฉู‹ ุฑูˆุงู‡ ุงุจู† ู…ุงุฌู‡ Artinya "Tidak ada seorang muslim yang memberi pinjaman kepada seorang muslim dua kali kecuali seolah-olah dia telah bersedekah kepadanya dua kali". HR. Ibnu Majah c. Hukum memberi hutang bisa menjadi haram, misalnya memberi hutang untuk hal-hal yang dilarang dalam ajaran Islam seperti untuk membeli minuman keras, menyewa pelacur dan sebagainya. Adapun yang menjadi dasar hutang piutang dapat dilihat pada ketentuan Al-Qurโ€™an dan Al-Hadits, dalam Al-Qurโ€™an terdapat dalam surat Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi โ€ฆูˆูŽู„ูŽุง ุชูŽุนูŽุงูˆูŽู†ููˆุง ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู’ุฅูุซู’ู…ู ูˆูŽุงู„ู’ุนูุฏู’ูˆูŽุงู†ู ูˆูŽุงุชู‘ูŽู‚ููˆุง ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ุดูŽุฏููŠุฏู ุงู„ู’ุนูู‚ูŽุงุจู โ€œโ€ฆDan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." QS. al-Maidah 2 Dalam hutang piutang dilarang memberikan syarat dalam mengembalikan hutang. Contoh Fatimah menghutangi Ahmad Rp. dalam waktu 3 bulan Ahmad harus mengembalikan hutangnya menjadi Tambahan ini termasuk riba tidak halal. Tetapi jika tambahan ini tidak disyaratkan waktu aqad tetapi sukarela dari peminjam sebagai bentuk terima kasih, maka hal ini tidak termasuk riba bahkan dianjurkan. Rasulullah bersabda ุนูŽู†ู’ ุงูŽุจููŠ ู‡ูุฑูŽูŠู’ุฑูŽุฉูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุงูุณู’ุชูŽู‚ู’ุฑูŽุถูŽ ุฑูŽุณููˆู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุณูู†ู‹ุง ููŽุงูŽุนู’ุทูŽู‰ ุณูู†ู‹ุง ุฎูŽูŠู’ุฑู‹ุง ู…ูู†ู’ ุณูู†ู‘ูŽุฉู ูˆูŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฎููŠูŽุงุฑููƒูู…ู’ ุงูŽุญูŽุงุณูู†ููƒูู…ู’ ู‚ูŽุถูŽุงุกู‹ ๏ดฟ๏บฎ๏ปฎ๏บ๏ปฉ๏บ๏บค๏ปค๏บช ๏ปฎ๏บ๏ป ๏บ˜๏บญ๏ปค๏ปด๏ปง๏ปฏ ๏ปฎ๏บผ๏บค๏บค๏ปช Artinya โ€œDari Abu Hurairah ia berkata Rasulullah SAW telah berhutang binatang ternak, kemudian Beliau membayar dengan binatang yang lebih besar umurnya dari binatang yang Beliau pinjam itu, dan Rasulullah bersabda Orang yang paling baik di antara kamu adalah orang yang dapat membayar hutangnya dengan yang lebih baik.โ€ HR. Ahmad At-Turmudzi dan telah menshohehkannya. 3. Beberapa Ketentuan dalam Hutang Piutang. Dalam kehidupan bermasyarakat, sering terjadi pertikaan antar warga. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pemahaman merekatentang ketentuan utang piutang yang seharusnya. Untuk menghindari perselisihan yang tidak diinginkan, maka kedua belah pihak perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut a. Hutang piutang harus ditulis dan dipersaksikan. Dalilnya firman Allah Swt ูŠูŽุง ุฃูŽูŠู‘ูู‡ูŽุง ุงู„ู‘ูŽุฐููŠู†ูŽ ุขู…ูŽู†ููˆุง ุฅูุฐูŽุง ุชูŽุฏูŽุงูŠูŽู†ู’ุชูู…ู’ ุจูุฏูŽูŠู’ู†ู ุฅูู„ูŽู‰ ุฃูŽุฌูŽู„ู ู…ูุณูŽู…ู‘ู‹ู‰ ููŽุงูƒู’ุชูุจููˆู‡ู ูˆูŽู„ู’ูŠูŽูƒู’ุชูุจู’ ุจูŽูŠู’ู†ูŽูƒูู…ู’ ูƒูŽุงุชูุจูŒ ุจูุงู„ู’ุนูŽุฏู’ู„ู Artinya โ€œHai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuโ€™amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.โ€. QS. Al-Baqarah 282 b. Pemberi hutang atau pinjaman tidak boleh mengambil keuntungan atau manfaat dari orang yang berhutang. Kaidah fikih berbunyiูƒูู„ู‘ู ู‚ูŽุฑู’ุถู ุฌูŽุฑู‘ูŽ ู†ูŽูู’ุนู‹ุง ููŽู‡ููˆูŽ ุฑูุจู‹ุง Artinya โ€œSetiap hutang yang membawa keuntungan, maka hukumnya ribaโ€. Hal ini terjadi jika salah satunya mensyaratkan atau menjanjikan penambahan. c. Melunasi hutang dengan cara yang baik. Hal ini sebagaimana hadits berikut ini ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุจูู‰ ู‡ูุฑูŽูŠู’ุฑูŽุฉูŽ โ€“ ุฑุถู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ โ€“ ู‚ูŽุงู„ูŽ ูƒูŽุงู†ูŽ ู„ูุฑูŽุฌูู„ู ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู†ู‘ูŽุจูู‰ู‘ู โ€“ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… โ€“ ุณูู†ู‘ูŒ ู…ูู†ูŽ ุงู„ุฅูุจูู„ู ููŽุฌูŽุงุกูŽู‡ู ูŠูŽุชูŽู‚ูŽุงุถูŽุงู‡ู ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ โ€“ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… โ€“ ุฃูŽุนู’ุทููˆู‡ู ยป . ููŽุทูŽู„ูŽุจููˆุง ุณูู†ู‘ูŽู‡ู ุŒ ููŽู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุฌูุฏููˆุง ู„ูŽู‡ู ุฅูู„ุงู‘ูŽ ุณูู†ู‘ู‹ุง ููŽูˆู’ู‚ูŽู‡ูŽุง . ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฃูŽุนู’ุทููˆู‡ู ยป . ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฃูŽูˆู’ููŽูŠู’ุชูŽู†ูู‰ ุŒ ูˆูŽูู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุจููƒูŽ . ู‚ูŽุงู„ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุจูู‰ู‘ู โ€“ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… โ€“ ุฅูู†ู‘ูŽ ุฎููŠูŽุงุฑูŽูƒูู…ู’ ุฃูŽุญู’ุณูŽู†ููƒูู…ู’ ู‚ูŽุถูŽุงุกู‹ ยป Dari Abu Hurairah ra., ia berkata โ€œNabi mempunyai hutang kepada seseorang, yaitu seekor unta dengan usia tertentu. Orang itupun datang menagihnya. Maka beliaupun berkata, โ€œBerikan kepadanyaโ€ kemudian mereka mencari yang seusia dengan untanya, akan tetapi mereka tidak menemukan kecuali yang lebih berumur dari untanya. Nabi pun berkata โ€œBerikan kepadanyaโ€, Dia pun menjawab, โ€œEngkau telah menunaikannya dengan lebih. Semoga Allah swt. membalas dengan setimpalโ€. Maka Nabi saw. bersabda, โ€œSebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam pengembalian hutangโ€. HR. Bukhari d. Berhutang dengan niat baik dan akan melunasinya ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุจูู‰ ู‡ูุฑูŽูŠู’ุฑูŽุฉูŽ โ€“ ุฑุถู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ โ€“ ุนูŽู†ู ุงู„ู†ู‘ูŽุจูู‰ู‘ู โ€“ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… โ€“ ู‚ูŽุงู„ูŽ ู…ูŽู†ู’ ุฃูŽุฎูŽุฐูŽ ุฃูŽู…ู’ูˆูŽุงู„ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุงุณู ูŠูุฑููŠุฏู ุฃูŽุฏูŽุงุกูŽู‡ูŽุง ุฃูŽุฏู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู†ู’ู‡ู ุŒ ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ุฃูŽุฎูŽุฐูŽ ูŠูุฑููŠุฏู ุฅูุชู’ู„ุงูŽููŽู‡ูŽุง ุฃูŽุชู’ู„ูŽููŽู‡ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ยป Dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa Nabi saw. bersabda โ€œBarangsiapa yang mengambil harta orang lain berhutang dengan tujuan untuk membayarnya mengembalikannya, maka Allah akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa mengambilnya untuk menghabiskannya tidak melunasinya, pent, maka Allah akan membinasakannyaโ€. HR. Bukhari e. Tidak berhutang kecuali dalam keadaan darurat atau mendesak. Maksudnya kondisi yang tidak mungkin lagi baginya mencari jalan selain berhutang sementara keadaan sangat mendesak, jika tidak akan kelaparan atau sakit yang mengantarkannya kepada kematian, atau semisalnya. f. Jika terjadi keterlambatan karena kesulitan keuangan, hendaklah orang yang berhutang memberitahukan kepada orang yang memberikan pinjaman. Karena hal ini termasuk bagian dari menunaikan hak yang menghutangkan. Janganlah berdiam diri atau lari dari si pemberi pinjaman, karena akan memperparah keadaan, dan merubah hutang, yang awalnya sebagai wujud kasih sayang, berubah menjadi permusuhan dan perpecahan. g. Bersegera melunasi hutang. Orang yang berhutang hendaknya ia berusaha melunasi hutangnya sesegera mungkin tatkala ia telah memiliki kemampuan untuk mengembalikan hutangnya itu. Sebab orang yang menunda-menunda pelunasan hutang padahal ia telah mampu, maka ia tergolong orang yang berbuat zhalim. Sebagaimana hadits berikut ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุจูู‰ ู‡ูุฑูŽูŠู’ุฑูŽุฉูŽ โ€“ ุฑุถู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ โ€“ ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู โ€“ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… โ€“ ู‚ูŽุงู„ูŽ ู…ูŽุทู’ู„ู ุงู„ู’ุบูŽู†ูู‰ู‘ู ุธูู„ู’ู…ูŒ ุŒ ููŽุฅูุฐูŽุง ุฃูุชู’ุจูุนูŽ ุฃูŽุญูŽุฏููƒูู…ู’ ุนูŽู„ูŽู‰ ู…ูŽู„ูู‰ู‘ู ููŽู„ู’ูŠูŽุชู’ุจูŽุนู’ ยป Dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda โ€œMemperlambat pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang kaya merupakan perbuatan zhalim. Jika salah seorang kamu dialihkan kepada orang yang mudah membayar hutang, maka hendaklah beralih diterima pengalihan tersebutโ€. HR. Bukhari Muslim. h. Memberikan Penangguhan waktu kepada orang yang sedang kesulitan dalam melunasi hutangnya setelah jatuh tempo. Allah Swt. berfirmanูˆูŽุฅูู†ู’ ูƒูŽุงู†ูŽ ุฐููˆ ุนูุณู’ุฑูŽุฉู ููŽู†ูŽุธูุฑูŽุฉูŒ ุฅูู„ูŽู‰ ู…ูŽูŠู’ุณูŽุฑูŽุฉู ูˆูŽุฃูŽู†ู’ ุชูŽุตูŽุฏู‘ูŽู‚ููˆุง ุฎูŽูŠู’ุฑูŒ ู„ูŽูƒูู…ู’ ุฅูู†ู’ ูƒูู†ู’ุชูู…ู’ ุชูŽุนู’ู„ูŽู…ููˆู†ูŽ Artinya โ€œDan jika orang yang berhutang itu dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan sebagian atau semua utang itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.โ€ QS. Al-Baqarah 280. Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian hutang piutang, hukum hutang piutang, dalil hutang piutang dan ketentuan hutang piutang dalam Islam. Sumber Buku Fiqih Kelas IX MTS Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu semoga bermanfaat. Aamiin. Biaya Konsultasi Hukum Online 2023 29 December 2022 Konsultasi, Hukum Hutang Piutang Barang Dagangan menyediakan layanan konsultasi hukum online, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain guna kepentingan hukum klien di dalam maupun di luar pengadilan. Fokus praktek kami Penanganan Kasus Pidana, Perdata dan Tata Usaha Negara. Sejak... Selengkapnya

hukum hutang piutang barang dagangan